HeadlineHukum & KriminalJayapuraKab ManokwariPapuaPemerintahanPolitikProvinsi Papua Barat

Secara Paksa KPK Tangkap LE, Metuzalak Awom Sebut ‘Penegakan Hukum Yang Konyol’

MANOKWARI,JAGATPAPUA.com— Praktisi Hukum Metuzalak Awom menyesalkan sikap KPK yang menangkap Gubernur Papua Nonaktif Lukas Enembe secara paksa padahal dalam kondisi sakit.

Ia mengatakan, setuju dengan Penegakan Hukum, tetapi keberatan dengan sikap tegas Penegak Hukum terhadap Bpk Lukas Enembe, yang menurut ia adalah tindakan yang konyol.

Hukum, bukan ilmu pasti yang dapat dipastikan secara mutlak. Tidak ada kepastian mutlak mengenai pengertian hukum.

Ada berbagai pengertian Penegakan Hukum, tetapi untuk menanggapi tindakan aparat Penegak Hukum terhadap Bpk Lukas Enembe, pada tanggal, 10 Januari 2023, maka Metuzalak Awom mengutip Pengertian Penegakan Hukum menurut Soerjono Soekanto, yang mengartikan penegakan hukum sebagai “Upaya menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian hidup.”

Fakta yang terjadi, bahwa dengan tindakan mengambil paksa Gubernur Papua tersebut, telah menimbulkan gejolak dimana-mana dan tidak menutup kemungkinan akan berlanjut pada beberapa waktu kedepan dan beberapa tempat di tanah Papua.

“Sebenarnya sangat simple saja.
Apa si, Tujuan Penangkapan dan Penahanan terhadap seorang terduga atau Tersangka yang diatur menurut Undang-Undang,”kata Metuzalak Awom.

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, pasal 21 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Perintah Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”.

Dalam Penjelasan pasal 21 KUHAP menyebut, jelas-jelas dikatakan bahwa “Penahanan merupakan penempatan tersangka atau terdakwa di suatu tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang”

Artinya bahwa, dengan pertimbangan Kemanusiaan dan Sosial kemasyarakatan, maka dimana saja tempat yang digunakan oleh KPK untuk menahan Gubernur Papua tersebut adalah sah dan sama, asal menurut Undang-Undang.
Dalam ketentuan Pasal 22 KUHAP, dikenal adanya 3 (tiga) jenis Penahanan yakni, Tahanan pada Rumah Tahanan Negara, Tahanan Kota atau Tahanan Rumah.

Tindak Pidana Korupsi belum mempunyai Hukum Acara tersendiri. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan “Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap Tindak Pidana Korupsi, dilakukan berdasarkan Hukum Acara Pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini”

Artinya, KPK juga harus melaksanakan Hukum Acara Pidana secara benar, berwibawa dan beradab, agar memberi Pendidikan Hukum yang baik bagi Masyarakat.

Ada sisi lain yang menurut kami, kata Awom tindakan menangkap dan menahan Bpk. Lukas Enembe tersebut, telah melanggar prinsip Nesesitas atau penggunaan kekuatan harus merupakan tindakan yang luar biasa, dalam arti jika masih ada alternatif lain selain menangkap dan menahan tersangka, mengapa itu tidak dilakukan.

“KPK seniri juga telah melangar Prinsip Proporsionalitas. Bpk LE sedang dalam kedaan sakit, namun telah dilaukan Tindakan luar biasa dengan kekuatan Penuh,”ujarnya.

Disinilah terjadi Pelanggaran HAM terhadap diri Bpk Lukas Enembe karena karena;
1. Secara kasat mata, Sdr. Lukas jalan terseok-seok dan tdk kuat;
2. Terjadi Pengerahan Pasukan untuk menjemput secara Paksa, walaupun LE dalam keadaan sakit dan tidak berdaya;
3. Mengabaikan Dokter Pribadinya dan memaksakan harus diperiksa pada Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Subroto Jakarta;
4. Walaupun jalan terseok-seok karena sakit, tidak berdaya dan tidak mempunyai kekuatan untuk berlari serta dijaga dengan Pengamanan berlapis, tetapi masih diborgol juga.

Jika KPK sadar, maka yang hendak dihukum dalam hal ini adalah Perbuatannya. Bukan Manusianya.

“Sehingga disini bertambah lagi satu Pelanggaran yakni Penyiksaan. Jika mau berkata jujur, maka sesunguhnya LE itu mau dibunuh dan bukan mau diminta pertanggungjawaban Hukum,”tandasnya

Peristiwa ini sama halnya dengan Tindakan Hukum terhadap Bpk Barnabas Suebu (mantan Gubernur Papua), yang kemudian merasa menyesal karena di-zolimi, bahkan sampai dipenjara.

Hemat kami bahwa, sesungguhnya tindakan tersebut tidak lebih dari Pembungkaman, Diskriminasi dan Rasis dengan mengatasnamakan Hukum.

Apakah orang Papua tidak boleh kaya… ?
Beliau adalah anak asli daerah pemilik Tambang emas terbesar di dunia dan Gubernur Papua.
Masa tidak boleh mempunyai harta.

Jangan munafik, jika KPK mengatakan bahwa LE menerima Suap atau hadia, sebab oknum pejabat Negara yang ke Papua juga difasilitasi dengan Kendaraan, diberi Cenderamata dan lain-lain. Dan inilah tunas-tunas Suap yang ditabur oleh oknum pejabat bangsa ini yang tumbuh subur dihati anak-anak Papua yang tidak berhati Nurani.

Jika bangsa ini mengehendaki kita hidup bersaudara dan aman dalam Negara yang disebut sebagai Negara Republik Indonesia, maka Perlakukan kami Orang Papua sama dengan Orang Indonesia lainnya.

Indonesia telah menabur bibit kebencian, yang dihujani dengan Kekerasan, Diskriminasi dan Rasisme, maka jangan heran kalua generasi mendatang yang jumlahnya lebih banyak, akan memilih jalan lain untuk kembali ke Negerinya sendiri.(Metuzalak Awom).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button

Hati-hati salin tanpa izin kena UU no.28 Tentang Hak Cipta