Prihatin, MRPB Pertanyakan Kelanjutan Pembangunan Masjid Nur Islam Kerajaan Sanggaria Petuanan Ati Ati Di Fakfak
Pemerintah Provinsi Papua Barat sebelumnya diduga telah menyalurkan dana hibah sebesar Rp600 juta untuk pembangunan masjid tersebut.

MANOKWARI,JAGATPAPUA.com— Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) menyampaikan keprihatinannya terhadap pembangunan Masjid Nur Islam Kerajaan Sanggaria Petuanan Ati-ati, di Kampung Werpigan, Distrik Wartutin, Kabupaten Fakfak.
Keprihatinan itu diutarakan Anggota Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) Willy Hegemur, S.T, pada Sabtu (10/5/2025) kepada awak Media di Manokwari.
Ia peletakan batu pertama pembangunan masjid tersebut telah dilakukan oleh Penjabat Gubernur Papua Barat (saat itu) , Drs. Ali Baham Temongmere, M.T.P, pada 7 Februari 2024 lalu.
Namun hingga saat ini belum menunjukan adanya pembangunan yang signifikan. Ia menjelaskan, Pembangunan masjid itu masuk dalam program kerja Bupati Fakfak sebelumnya, Untung Tamsil.
Sehingga Masjid lama tersebut dibongkar untuk dibangun kembali. Tapi hingga Pilkada 2024 berakhir dan Kabupaten Fakfak dipimpin oleh pemerintahan yang baru pembangunan belum nampak.
Sebagai perwakilan MRPB dari Kabupaten Fakfak, Hegemur menitipkan harapan kepada pemerintahan Kabupaten Fakfak di bawah kepemimpinan Samaun Dahlan, SSos,M.AP dan Drs Donatus Nimbitkendik, M.T agar melanjutkan pembangunan masjid tersebut.
“Masjid ini memiliki nilai sejarah tinggi bagi masyarakat Petuanan Ati-ati dan masyarakat Fakfak secara umum. Maka pembangunan kembali masjid ini adalah kewajiban, baik secara budaya maupun tanggung jawab pemerintahan,” ujarnya.
Untuk itu, ia meminta agar pembangunan masjid segera direncanakan, dan direalisasikan.
Sejauh yanga diketahui Pemerintah Provinsi Papua Barat sebelumnya telah menyalurkan dana hibah sebesar Rp600 juta untuk pembangunan masjid tersebut.
“Tapi sampai sekarang belum telihat pembangunan fisiknya. Anggaran hibah itu harus ditelusuri dan diaudit. Kami dari MRPB mempertanyakan, dana sebesar itu dikemanakan oleh panitia pembangunan? Jangan sampai kepercayaan masyarakat dan pemerintah disalahgunakan,” tegasnya.
Ia mengajak seluruh komponen masyarakat Petuanan Ati-ati, khususnya masyarakat adat Fakfak, untuk kembali menghidupkan semangat gotong royong dalam membangun rumah ibadah melalui kearifan lokal yang disebut masigit maghi.
“Pembangunan rumah ibadah jangan selalu bergantung kepada pemerintah. Kita sebagai masyarakat adat punya kekayaan budaya luar biasa. Kita pernah mengadakan sekolah Maghi, kampus Maghi, Wisuda Maghi dan lain-lain. Lantas, mengapa kita tidak bisa Masigit Mahgi untuk membangun masjid di Kampung Warpigan secara swadaya bersama?”kata Hegemur dengan nada tanya.
Ia mencontohkan keberhasilan pembangunan masjid di Toyando yang juga dilakukan melalui semangat masigit maghi, karena banyak warga Fakfak berdarah Toyando turut membantu.
“Metode yang sama bisa diterapkan untuk membangun kembali masjid tua milik Petuanan Ati-ati di Kampung Werpigan,”sambungnya.
Menutup keterangannya, Hegemur menitipkan pesan khusus kepada generasi muda Petuanan Ati-ati, terutama yang memegang gelar adat seperti Nadhy.
“Nadhy jangan manja, jangan hanya buka tangan minta ke pemerintah. Sebagai pewaris budaya, kita harus bangga menggunakan kearifan lokal kita untuk membangun masjid. Pemerintah tugasnya menopang, tetapi kekuatan utama ada pada kita sebagai masyarakat adat,”cetusnya.(jp/ask)