JAKARTA,JAGATPAPUA.com– Berbagai tanggapan bermunculan terhadap siaran pers yang dilakukan oleh LaNyalla Mahmud Mattalitti terkait pertemuan Forum Komunikasi dan Aspirasi Masyarakat Papua MPR RI (For MPR RI). Terkait pertemuan itu, pernyataan LaNyalla yang mengatakan adanya aroma kepentingan pribadi berkaitan dengan pemilihan pimpinan parlemen, membuat Senator Papua Barat, Filep Wamafma angkat bicara.
Senator Filep mengaku cukup terkejut atas siaran pers pimpinan DPD RI tersebut. Menurutnya, pernyataan LaNyalla terkesan sumir.
“Saya terkejut dengan pernyataan Pak LaNyalla yang menurut saya tendensius terutama kepada kami yang punya niat baik membangun Papua. Pertama, supaya tidak ada dusta diantara kita, Forum Komunikasi dan Aspirasi Masyarakat Papua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI atau MPR RI For Papua, dibentuk secara legal dengan dasar hukum Keputusan Pimpinan MPR RI Nomor 10 Tahun 2019,” ungkap Filep kepada awak media, Minggu (14/5/2024).
Dalam keputusan tersebut, lanjut Filep, ditegaskan bahwa For Papua MPR RI bertugas untuk menerima, menampung, menindaklanjuti aspirasi masyarakat Papua; mengkomunikasikan berbagai dinamika di Papua terkait politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan penegakan hukum kepada lembaga negara terkait; mengkoordinasikan berbagai kepentingan di Papua melalui dialog, musyawarah, untuk menjaga NKRI.
“Keputusan MPR RI itu menjadikan For Papua sebagai salah satu alat kelengkapan MPR RI. Semua tujuan yang sangat mulia itu malah sekarang mau direduksi ke arah tudingan aroma kepentingan pribadi terkait pemilihan pimpinan parlemen. Sungguh miris sekali. Saya mau tekankan bahwa pertemuan atau konsolidasi anggota DPD terpilih 2024-2029 adalah wujud dari keseriusan anggota DPD RI dalam rangka, pertama, membahas tugas-tugas konstitusional di lembaga DPR dan DPD RI. Oleh karena itu jika ditanggapi secara berlebihan justru akan kelihatan siapa yang berambisi disini. Kami adalah para pelaku sejarah di Papua, dan kami yang paling paham Papua, jadi apa yang kami lakukan adalah konsolidasi untuk penguatan Papua,” katanya.
“Kedua, kenapa harus ada kekhawatiran soal pimpinan lembaga? Bukankah bila ada pimpinan dari Papua, maka ini adalah sejarah baru dimana ada penambahan anggota dari provinsi-provinsi di Papua, yang menunjukkan kekuatan politik yang besar untuk mengawal aspirasi masyarakat Papua, sehingga dapat memberikan sumbangsih pada masyarakat. Jadi ini adalah tanda satu visi secara politik demi Papua,” sambungnya.
Filep lantas mengingatkan tentang seluruh sejarah terkait dasar hukum bagi lahirnya Papua. Mulai dari UU Nomor 1/Pnps/1962 tentang Pembentukan Propinsi Irian Barat, UU Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat, Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, Ketetapan MPRI RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004, Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.
“Dari semua sejarah dan dasar hukum itu memberikan warna bagi integrasi Papua ke NKRI”, tegas Filep.
Pace Jas Merah itu menegaskan juga bahwa kepentingan politik di tanah Papua merupakan amanat dari Keputusan Ketua MPR tentang For MPR RI. Ketentuan itu termuat dalam Poin Ketiga sehingga hal ini sebagai pelaksanaan amanat tugas For MPR RI.
“Jangan berpikir terlalu jauh, karena apa yang dilakukan ini adalah wujud perjuangan anggota DPD, yang dibicarakan terutama adalah kepentingan politik di tanah Papua. Sementara jika bicara tentang pimpinan MPR/DPD dari Papua, hal itu merupakan mimpi besar orang Papua pasca integrasi. Dari dulu posisi anggota dari Papua hanya sebatas komisi dan tidak pernah berada di posisi pimpinan MPR. Jadi kalau pimpinan lembaga misalnya DPD berasal dari Papua, maka itu adalah sejarah baru sepanjang Papua sebagai wilayah NKRI. Tidak perlu menanggapi secara berlebihan karena dalam politik, hal seperti ini wajar saja. DPD itu lembaga negara, bukan ormas, jadi semua peristiwa politik di tubuh DPD tidak perlu ditanggapi berlebihan,” jelas Filep lagi.
“Saya justru mengingatkan bahwa konsolidasi yang kami lakukan ini justru akan memperkuat wibawa lembaga negara, sekaligus merawat eksistensi kami orang Papua, yang juga punya kekuatan politik di NKRI ini. Jasi santai saja, politik itu dinamis. Yang penting hasilnya dirasakan masyarakat Papua”, pungkas Filep.
Sebagaimana diketahui, Forum Komunikasi dan Aspirasi Masyarakat Papua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI atau MPR RI For Papua, mengundang Anggota DPD RI terpilih dan Penjabat (Pj) Gubernur se-tanah Papua periode 2024-2029 dalam pertemuan pada Jumat, 24 Mei 2024 mendatang. Pertemuan ini sebagai wujud konsolidasi yang digagas Senator Yorrys Raweyay dan Filep Wamafma.(rls)