MANOKWARI, JAGATPAPUA.com – Semangat dari Perdasus DBH Migas adalah mengatur bagaimana negara dapat hadir di tengah masyarakat adat, serta menghormati hak-hak dan identitas masyarakat adat di sekitar wilayah operasi Migas.
Selain itu, hadirnya Perdasus DBH Migas harus sejalan dengan Perdasus Wilayah Adat yang saat ini sementara diproses oleh DPRD Provinsi Papua Barat.
“Setelah Perdasus ini selesai, selanjutnya mandatnya kepada kabupaten adalah harus ada pemetaan masyarakat adat, serta proses penyusunan regulasi di level kabupaten juga harus melibatkan pihak akademis dari sejumlah universitas,” kata Ketua Bapemperda DPRD Provinsi Papua Barat, Frida T. Kelasin.
Sementara, Anggota Tim Teknis Penyusunan dan Pembahasan Raperdasus DBH Migas Kabupaten Teluk Bintuni, Drs Wim Fymbay MM, mengatakan pokok-pokok pikiran yang menjadi Perdasus Migas berasal dari masyarakat adat di tiga kabupaten penghasil, yaitu Teluk Bintuni, Sorong dan Fakfak.
Wim Fymbay mengatakan, pengesahan Raperdasus DBH Migas, menjadi Perdasus, tidak berarti pekerjaan telah selesai. Masih ada sejumlah pekerjaan penting yang perlu ditindaklanjuti.
Diantaranya, mengawal proses registrasi dan harmonisasi yang dilakukan oleh Pemprov ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), melakukan sosialisasi Perdasus DBH Migas di level kabupaten.
Serta melakukan kajian-kajian akademik untuk penyusunan Peraturan Daerah di level kabupaten terkait Perdasus DBH Migas, dan menyusun draft dan mengusulkan Raperda Kabupaten kepada Pemerintah Daerah Kabupaten.
Kepala Biro Hukum Provinsi Papua Barat Dr. Roberth K.R Hammar S.H M.Hum MM memberikan dasar hukum untuk menaikan besaran DBH Migas yang diterima kabupaten penghasil.
Selain itu, Perdasus ini memiliki keunggulan karena aturan materinya juga mengatur persentase peruntukan DBH.
“Sehingga nantinya Bupati di setiap Kabupaten dalam menggunakannya harus sesuai dengan ketentuan persentase peruntukannya, sehingga benar-benar akan dirasakan oleh masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, status Perdasus DBH Migas, saat ini sedang dalam proses penyempurnaan tata naskah dan verifikasi oleh Kementerian Dalam Negeri, guna memperoleh Nomor registrasi untuk selanjutnya diundangkan dalam Lembaran Daerah.
Sementara Peneliti dari Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, Miftah Adhi Ikhsanto mengatakan, Perdasus ini menerapkan manajemen bagi hasil Migas, dan pembagiannya berdasarkan daerah asal sumber daya, dan penerimaan aktual Migas, sehingga Daerah Penghasil memperoleh pembagian lebih banyak secara proporsional.
Ditambahkannya, penerapan Perdasus DBH Migas, harus terus didorong melalui ranah politik, ranah legal formal, dan ranah teknokratis administratif.
“Dari sisi ranah politik, perlu didorong supaya adanya komitmen bahwa kebijakan DBH Migas, harus berpihak kepada masyarakat,” ujar Miftah.
Dari sisi ranah legal formal, hal yang perlu didorong adalah lahirnya aturan turunan Perdasus DBH Migas pada level kabupaten penghasil.
Sedangkan dari ranah teknokratis administratif perlu dipersiapkan organisasi dan manajemen Kabupaten Penghasil untuk dapat mengelola DBH Migas.(me)