JAKARTA, JAGATPAPUA.com – Wakil Ketua Komite I DPD RI asal daerah Papua Barat, Dr. Filep Wamafma, S.H., M.Hum., C.L.A menerima perwakilan masyarakat adat Papua di gedung Senayan DPD RI, Jakarta (19/9/2023).
Perwakilan masyarakat adat yang menemui pimpinan Komite I DPD RI dan jajarannya itu merupakan suku-suku dari Papua Barat Daya, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Papua.
Diantaranya Moi Kelim, (Gelek Malak), Kalawilis Pasa (Sayosa Sorong), sub suku Afsya (konda Sorong Selatan), Wambon Kenemopte (subur dan jair Boven Digoel), Awyu (Kali Mapi), Fofi (Boven Digoel).
Kemudian dari organisasi perempuan adat (Orpa), Namblong (Jayapura), perempuan adat Tehit, Badan Pemuda adat Nusantara Sorong Selatan Raya, aktivis pembela HAM, Tanah dan Lingkungan.
Pada pertemuan itu, mereka menyampaikan aspirasi berkaitan dengan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat dan hutan Papua, dan menyatakan komitmen menjaga dan mengamankan tanah serta hutan diwilayah adat tersebut.
Apalagi hutan merupakan sumber pengetahuan, mata pencaharian, budaya dan religi. Bahkan hutan adalah sumber pangan dan ekologi untuk keberlangsungan sumber hidup masyarakat adat Papua pada umumnya.
Tidak hanya itu, perwakilan masyarakat adat Papua ini juga menegaskan, hutan Papua telah diakui secara global dan berkontribusi mencegah meluasnya krisis iklim yang mengancam kehidupan masyarakat.
Di depan Filep Wamafma, mereka mengungkapkan bahwa hutan merupakan tempat hidup mereka sebagai penghasil SDA, tempat berburu daging, dan aktivitas masyarakat adat Papua pada umumnya. Akan tetapi saat ini keberadaannya justru telah banyak digusur, dicuri kekayaan alamnya, sehingga menghancurkan semua harapan masyarakat adat di Papua.
Mereka menyebut, kerusakan hutan itu secara tegas dilakukan oleh pejabat dan aktor bisnis ekonomi baik regional, nasional dan internasional secara ilegal dalam pandangan hukum ekonomi dan hukum adat.
“Kami menjadi korban kekerasan pelanggaran HAM, mengalami gizi buruk, dan kesulitan pemenuhan pangan berkualitas. Dengan bisnis ilegal itulah membuat kita masyarakat adat Papua mengalami keburukan dari berbagai aspek kehidupan sosial,” kata salah satu perwakilan masyarakat adat.
Selain itu, mereka meminta pemerintah pusat hingga ke daerah harus segera mengevaluasi perizinan usaha pemanfaatan sumber daya alam. Apalagi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) telah menerbitkan SK.01/Menlhk/Kum.1/1/2022 tentang pencabutan izin konsensi kawasan hutan dan mencabut sekitar 55 izin usaha perkebunan, pengusaha hasil hutan dan hutan pengembalian hak masyarakat adat Papua
Menanggapi aspirasi itu, Dr. Filep Wamafma menyebut, inilah jalur yang tepat untuk menyuarakan aspirasi masyarakat adat Papua dan tentu saja aspirasi yang disampaikan menjadi komitmen bersama dalam rangka menjaga hutan Papua dan hutan wilayah adat Papua.
Terkait dengan aspirasi ini, Filep menyampaikan sesegera mungkin akan diteruskan dan ditindaklanjuti kepada para stakeholder terkait sesuai jalur dan mekanisme yang berlaku.
“Secara pribadi dan kelembagaan saya berterima kasih kepada masyarakat adat Papua yang sudah hadir untuk sampaikan aspirasi sekaligus diskusi. Maka aspirasi ini akan menjadi tanggung jawab kami untuk segera diperjuangkan sesuai mekanisme yang berlaku,” ujar Filep.
“Dan harapan saya, semoga kita sama-sama kawal dan berjuang demi tanah dan wilayah adat Papua kita, sehingga kedepannya anak cucu kita tidak menjadi korban karena kerusakan hutan adat Papua,” tandas Filep.(jp/rls)