MANOKWARI,JAGATPAPUA.com– Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat, Agustinus Kambuaya mengingatkan agar pendekatan militer yang dilakukan oleh TNI dalam mengejar pelaku penyerangan Posramil Kampung Kisor, Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, pada Kamis (2/9/2021) pukul 04.00 Wit dini hari, yang berujung meninggalnya 4 Anggota TNI, wajib memberikan prioritas bagi keselamatan warga sipil.
Potensi terjadinya konflik pasca peningkatan aparat keamanan di wilayah Maybrat tetap harus memperhatikan aspek hukum humaniter sebagai warga Negara.
“Hukum humaniter atau hukum konflik memberikan ruang perlindungan bagi warga sipil, ibu – ibu, anak-anak, fasilitas umum seperti gereja, masjid, Rumah Sakit dan Sekolah,” ujarnya melalui rilis resmi yang diterima Jagatpapua.com, pada Jumat, (3/9/2021).
Agustinus menyebutkan semua pihak berduka atas serangan maut tersebut. Namun, dia mengingatkan agar pendekatan operasi militer tidak dilakukan secara masif terlebih dengan menetapkan wilayah Maybrat sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Aparat penegak hukum kata dia, fokus hanya mencari dan mengejar oknum terduga pelaku penyerangan semata dan tidak menyasar warga sipil yang berada di wilayah Aifat raya.
“Pengejaran dilakukan hanya untuk oknum pelaku semata tidak boleh menyasar pada masyarakat sipil,” terangnya.
Dia menambahkan beberapa poin hukum perang yang harus disepakati bersama baik aparat TNI/Polri maupun kelompok kombatan di hutan, di antaranya, pertama, orang yang tidak terlibat dalam perang terbuka sebagai kombatan wajib dilindungi.
Kedua, dilarang membunuh atau mencederai lawan yang telah menyerah.
Ketiga, Korban luka dan sakit wajib dirawat oleh pihak yang menguasai mereka dengan memberikan ruang bagi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sebagai simbol perlindungan. Keempat, kombatan dan warga sipil yang tertangkap wajib dilindungi terhadap tindakan kekerasan dan pembalasan. Selain itu juga, mereka berhak berkomunikasi dengan keluarga dan berhak menerima bantuan kemanusiaan.
Kelima, tak seorang pun boleh disiksa atau menjalani hukuman badan secara kejam atau yang merendahkan martabat. Keenam, pihak yang berkonflik dengan aparat keamanan tidak mempunyai pilihan yang tidak terbatas menyangkut cara dan sarana berperang. Dan ketujuh, pihak peserta konflik membedakan setiap saat antara penduduk sipil dan kombatan. Demikian pula penyerangan tidak boleh menyasar pihak sipil yang tidak terkait dengan pertikaian.
“Tujuh hukum perang ini harus dipatuhi bersama,” pungkasnya.(jp/sos)