SORONG,JAGATPAPUA.com–Kabupaten Manokwari merupakan daerah penyumbang terbesar angka anak tidak bersekolah, yang mencapai sebanyak 12.804.
Angka ini paling tinggi di Papua Barat dibandingkan daerah lainnya.
Selain Manokwari sebagai urutan Pertama terbanyak anak tak bersekolah, juga daerah kedua disusul oleh Kabupaten Pegunungan Arfak sebanyak 8.508 dan urutan ketiga Kota Sorong dengan jumlah 6.577 anak tidak bersekolah.
Disisi lain penyumbang anak putus sekolah terendah adalah Kabupaten Tambrauw dengan angka 1.061 anak tidak bersekolah. Total keseluruhan anak putus sekolah se-Provinsi Papua Barat, 68.988 anak putus sekolah.
Hal ini terungkap saat Akademisi Universitas Papua, Dr. Ir. Agus Irianto Sumule memaparkan presentasi serius mengenai kondisi anak tidak mengenyam pendidikan di Papua Barat dalam Rapat Kerja Bupati, Kamis (20/10/2022) di Kabupaten Sorong.
Ironisnya total keseluruhan anak putus sekolah se- Provinsi Papua Barat mencapai 68.988 anak.
Disampaikan Dr. Agus pemetaan angka Anak Putus sekolah di wilayah Papua Barat, terbagi manjadi dua wilayah yakni Bomberai dan Doberai.
Untuk Bomberay mencakup Kabupaten FakFak, Kaimana dan Teluk Bintuni. Wilayah adat ini, Kabupaten Teluk Bintuni merupakan penyumbang terbesar anak tidak sekolah sebanyak 5.598. Selanjutnya Kabupaten Kaimana dengan jumlah anak tidak bersekolah sebanyak 4.588, dan Kabupaten FakFak sebanyak 4.318 anak tidak bersekolah.
Sementara di wilayah Doberai yang mencakup Kabupaten Manokwari, Pegunungan Arfak, Manokwari Selatan, Kabupaten Sorong, Raja Ampat, Teluk Wondama, Tambrauw, Kota Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Dr. Ir Agus Sumule, Menyebut, terdapat tiga hal penting yang perlu dilakukan dalam mengatasi permasalahan pendidikan, memberikan hak pendidikan anak, pendidikan dewasa dan pembenahan permasalahan tenaga guru di Provinsi Papua Barat.
“Kalau kita bicara pendidikan di manapun di dunia ini, ada tiga hal, yaitu hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak sesuai undang-undang dasar tahun 1945. Serta berbicara tentang penduduk dewasa, berapa rata-rata pendidikan penduduk dewasa. Dan kemudian masalah ketiga, yaitu bagaimana situasi guru, karena gurulah yang menyelesaikan masalah ini. YouTube tidak bisa mengatasi masalah pendidikan, kecuali guru,”urai Dr. Ir. Agus Sumule.
Menindaklanjuti hal tersebut, Penjabat Gubernur Papua Barat, Komjen Pol. (Purn) Drs. Paulus Waterpauw,M.Si menyatakan forum Raker Bupati/Walikota merupakan sarana penting untuk membahas.
Oleh sebab itu wajib mencari solusi atas banyaknya faktor penyebab angka anak putus sekolah di Papua Barat menyentuh jumlah sangat besar. Dasar pendidikan juga berpengaruh pada masa depan guna menekan angka pengangguran di daerah.
“Banyak anak-anak asli Papua yang putus sekolah dari data 68.988 anak putus sekolah. Jadi kita mau diskusikan dengan para Bupati/Walikota untuk mencari solusi. Banyak faktor penyebabnya, antara lain dari faktor ekonomi orang tua. Kebanyakan dari jumlah angka anak putus sekolah di bangku SD,”ujarnya.(jp/rls)