Gabungan Fraksi DPR Beri Catatan Kritis Terhadap RAPBD Pemprov PB Tahun 2025

MANOKWARI,JAGATPAPUA.com– Gabungan Fraksi-fraksi DPR Papua Barat memberikan catatan kritis terhadap Nota pengantar Gubernur Papua Barat tentang Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Perubahan tahun anggaran 2025.
Juru Bicara Gabungan Fraksi-Fraksi DPR Papua Barat, Fachry Tura mengatakan, Fraksi Amanat Sejahtera menyampaikan apresiasi atas penyampaian Nota Keuangan Perubahan RAPBD Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2025 oleh Pemerintah Daerah.
Namun, sebagai fungsi pengawasan, penganggaran dan Legislasi Fraksi memberikan beberapa catatan terukur dan kritis sebagai berikut:
Pendapatan Daerah, Rp3,63 Triliun terdiri dari Total pendapatan ditargetkan sebesar Rp3.636,291,689,604, -. Dari jumlah itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya Rp457,86 miliar atau sekitar 12,6% dari total pendapatan, Pajak DaerahDaerah sebesar Rp229,88 miliar, Retribusi Daerah, Rp11,23 miliar, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar Rp158,40 miliar, Lain-lain PAD yang sah Rp58,33 miliar.
Sementara itu, pendapatan transfer dari pusat mencapai Rp3,04 triliun atau sekitar 83,7% total pendapatan.
DPR menilai, ketergantungan pada transfer pusat sangat tinggi. Fraksi mendorong pemerintah provinsi lebih serius meningkatkan PAD melalui optimalisasi pajak kendaraan, pajak bahan bakar, retribusi jasa umum, serta peningkatan kinerja BUMD.
Target PAD sebesar Rp457,86 miliar perlu dikawal dengan realisasi yang konsisten, karena tren tahun-tahun sebelumnya selalu di bawah target.
Belanja Daerah sebesar Rp. 3,77 Triliun, Belanja daerah dalam Perubahan RAPBD 2025 diproyeksikan sebesar Rp. 3.770,233, 675,769,94, terdiri dari, Belanja Operasi sebesar Rp. 2,19 triliun (58,3%) yang meliputi Belanja Pegawai sebesar Rp854,47 miliar (22,6%), Belanja Barang & Jasa sebesar Rp.1,07 triliun (28,5%), Belanja Hibah sebesar Rp. 267,13 miliar (7,1%).
Selain itu, Belanja Bantuan Sosial sebesar, Rp3,77 miliar (0,1%), Belanja Modal sebesar Rp465,69 miliar (12,3%) Meliputi, Tanah sebesar Rp. 11,1 miliar, Peralatan & Mesin sebesar, Rp. 52,85 miliar, Gedung & Bangunan sebesar, Rp. 54,28 miliar, Jalan, Jaringan, Irigasi sebesar, Rp. 346,10 miliar, Aset Tetap Lainnya sebesar Rp. 1,35 miliar.
Belanja Tidak Terduga sebesar, Rp60 miliar (1,6%), Belanja Transfer sebesar, Rp1,04 triliun (27,7%) Meliputi Bagi Hasil sebesar, Rp126,80 miliar, Bantuan Keuangan sebesar Rp917,89 miliar.
Porsi belanja operasi (58,3%) terlalu dominan dibanding belanja modal (12,3%). Dengan kondisi Papua Barat yang masih membutuhkan pembangunan infrastruktur dasar, struktur ini tidak berpihak pada pembangunan jangka panjang.
Belanja hibah Rp267,13 miliar dan belanja bantuan keuangan Rp917,89 miliar perlu dijelaskan secara transparan, siapa penerimanya, apa indikator keberhasilannya, dan bagaimana mekanisme pengawasannya.
Belanja sosial yang hanya Rp3,77 miliar sangat kecil dibandingkan persoalan kemiskinan, stunting, dan kesehatan masyarakat Papua Barat.
Pembiayaan Daerah sebesar Rp133,94 Miliar, Meliputi Penerimaan pembiayaan hanya bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) 2024 sebesar Rp133,94 miliar, Tidak ada pengeluaran pembiayaan daerah.
Yang menjadi catatan DPR yaitu besarnya SiLPA menandakan perencanaan dan penyerapan anggaran 2024 tidak optimal.
Fraksi meminta pemerintah menjelaskan program-program apa saja yang tidak terlaksana sehingga menimbulkan sisa anggaran sebesar itu. Fraksi mendukung 3 prioritas yang disampaikan pemerintah, yaitu, Penyesuaian proyeksi pendapatan, Penguatan program pendidikan, kesehatan, dan ekonomi produktif, Penyesuaian anggaran strategis untuk penyelenggaraan pemerintahan.

Namun Fraksi Amanat Sejahtera memberikan usulan dan Catatan Penting sebagai berikut:
1. Pendidikan
Anggaran pendidikan harus benar-benar menyentuh fasilitas sekolah di daerah pedalaman, ketersediaan guru, serta beasiswa anak asli Papua Barat di Kota Sudi dalam dan Luar negeri serta tetap mengacu pada Mandatory Spending.
2. Kesehatan
Dengan alokasi kesehatan dalam belanja rutin yang masih terbatas, Fraksi meminta peningkatan porsi anggaran untuk penanggulangan stunting, gizi buruk, malaria, dan TBC, mengacu pada Mandatory Spending.
3. Ekonomi Produktif
Perlu kejelasan berapa persen dari Rp346,10 miliar belanja jalan, jaringan, dan irigasi benar-benar diarahkan untuk membuka akses ekonomi masyarakat adat dan petani lokal, bukan hanya proyek yang menguntungkan kontraktor.
Fraksi Amanat Sejahtera menegaskan bahwa Perubahan RAPBD 2025 harus diarahkan untuk:
1. Mereorientasi belanja dari rutin-administratif menuju produktif dan pro-rakyat.
2. Memastikan transparansi belanja hibah dan bantuan keuangan yang totalnya hampir Rp1,18 triliun.
3. Mengutamakan pembangunan sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua Barat.
4. Meningkatkan kemandirian fiskal melalui penguatan PAD.
Selanjutnya Fraksi Bangkit Gerakan Indonesia Raya memberikan apresiasi kepada Gubernur Papua Barat beserta jajaran atas penyampaian Nota Pengantar Rancangan Perubahan APBD Tahun 2025. Kami memahami bahwa dinamika pembangunan dan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang menuntut penyesuaian terhadap kebijakan anggaran, demi memastikan bahwa program pembangunan dapat berjalan secara efektif, efisien, dan tepat sasaran.
Untuk itu Fraksi menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas
Fraksi kami menekankan pentingnya prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyusunan dan pelaksanaan perubahan anggaran ini.
Perubahan APBD tidak boleh hanya menjadi instrumen formalitas, melainkan harus berdasarkan kebutuhan riil masyarakat serta evaluasi terhadap pelaksanaan APBD murni sebelumnya.
Kami berharap seluruh data, asumsi dasar, dan indikator makro serta mikro yang digunakan dalam penyusunan perubahan anggaran dapat dijelaskan secara terbuka dan disertai penjabaran yang komprehensif.
2. Rancangan Perubahan KUA dan PPAS
Pada nota pengantar yang telah disampaikan dalam pleno sebelumnya tergambarkan bahwa proyeksi pendapatan daerah Provinsi Papua Barat pada Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025 Sementara Kebijakan Pembiayaan Pada Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025 Penerimaan Pembiayaan mengalami kenaikan sebesar 33,94 persen dari jumlah Penerimaan Pembiayaan pada APBD Induk Tahun Anggaran 2025.
Terhadap proyeksi pada tiga (3) indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa :
1. Kondisi Fiskal Secara Umum Meningkat Maksudnya bahwa Peningkatan pada ketiga komponen utama anggaran menunjukkan bahwa secara umum terdapat peningkatan kapasitas fiskal daerah. Ini mencerminkan adanya perbaikan dalam kinerja pendapatan maupun manajemen pembiayaan.
2. Proyeksi pendapatan dan Belanja yang tidak berimbang
Karena Kenaikan pendapatan (2,75 %) menunjukkan bahwa kemampuan daerah untuk memperoleh pemasukan, baik dari PAD (Pajak, Retribusi, penerimaan sah lainnya) maupun transfer pemerintah pusat atau provinsi terus tumbuh, meskipun tidak signifikan.
Sementara itu, belanja meningkat 3,61 %, artinya komitmen pengeluaran pemerintah daerah (untuk operasional, pelayanan, investasi, program-program) tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan sumber pendapatan.
3. Kenaikan Pembiayaan
Peningkatan pembiayaan sebesar 33,94% mengindikasikan bahwa:
1. Pemerintah daerah membutuhkan dana tambahan di luar pendapatan murni untuk menutupi belanja.
2. Ada penggunaan kembali Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang cukup besar.
3. Mungkin juga terdapat pembiayaan utang atau pembiayaan lain yang meningkat.
Dari uraian yang telah kami sampaikan terkait Penerimaan yang meningkat 2,75%, sementara belanja juga meningkat 3,61% serta Pembiayaan juga mengalami hal yang sama terjadi peningkatan juga sebesar 33,94% maka Fraksi ingin memberikan catatan kritis dan juga meminta penjelasan dari pemerintah diantaranya yaitu terkait :
a. Kenaikan pembiayaan sebesar ini perlu diawasi agar tidak menimbulkan ketergantungan pada pembiayaan non-struktural (seperti utang atau pemanfaatan SILPA tanpa arah program yang jelas).
b. Indikasi Ketidakseimbangan Pendapatan dan Kebutuhan Belanja Karena pembiayaan naik jauh lebih besar dari pendapatan, ini bisa menjadi indikasi bahwa belanja yang direncanakan melebihi peningkatan pendapatan yang tersedia, sehingga menuntut sumber dana tambahan.
Kondisi ini juga mencerminkan bahwa, Kebutuhan belanja yang mendesak, Kurang akuratnya perencanaan awal, Lemahnya efisiensi belanja sebelumnya (karena adanya SILPA yang digunakan kembali).
Selanjutnya, adanya kenaikan obyek belanja, berikut yang menjadi catatan Faraksi kami yaitu pada belanja tak terduga sebesar Rp. 30. 000.000.000,- ( Tiga Puluh Miliar Rupiah ) serta terjadi kenaikan juga pada belanja untuk Dinas Pendidikan dan kesehatan, untuk itu pada tiga obyek belanja tersebut mohon agar Fraksi diberi penjelasan.(jp/ctr)