MANOKWARI, JAGATPAPUA.com — Senator Papua barat Dr. Filep Wamafma menanggapi kontribusi BP Tangguh LNG untuk Tanah Papua yang dirilis pada Rabu (3/5/2023). Menurutnya, rilis yang disampaikan BP Tangguh tersebut merupakan respons terhadap pandangan publik terkait eksistensi perusahaan di tengah masyarakat Papua, khususnya di wilayah Bintuni.
“Sah-sah saja jika BP Tangguh menyampaikan hal tersebut. Namun saya pikir kita perlu cek fakta di lapangan. Klaim mengenai kesempatan kerja dan pengembangan ekonomi, apakah memang sesuai dengan fakta dan kondisi di lapangan. Jangan sampai ada pembohongan publik disana,” kata senator Papua Barat itu di tengah kunjungannya ke India.
“BP mengklaim tentang Angka Harapan Lama Sekolah yang naik 3 kali lipat sejak 2009, itu kan sama saja mendompleng program pemerintah. Apakah BP tidak punya program independen yang dibuat dari keuntungannya?” tanya Filep.
Lebih lanjut, Filep menilai, klaim soal serapan produk agrikultur dan laut oleh Tangguh Catering senilai 92 M, itu sangat kecil jika dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh Tangguh.
“Dari data yang saya dapat, produksi Gas Bumi Rata-rata Lapangan Tangguh tahun 2021 sebesar 1.312 MMSCFD, dan status per 14 Juni 2022 sebesar 1.162 MMSCFD. Proyek LNG Tangguh menghasilkan 7,6 juta ton LNG setiap tahunnya melalui Train 1 dan 2. Kemudian, saat ini juga sedang dikembangkan proyek Train 3, dengan estimasi nilai investasi sebesar USD 8,9 miliar dan akan menghasilkan 3,8 juta ton LNG per tahun. Maka bisa dibayangkan nilai keuntungannya, apalagi kontraknya diperpanjang. Jadi 92 M itu sangat sangat kecil,” tegas Filep.
Akademisi yang akrab disapa Pace Jas Merah ini lantas mempertanyakan wujud CSR dari BP Tangguh. Menurutnya, CSR harus dianggarkan dari nilai keuntungan perusahaan dan bukan menggunakan Cost Recovery.
“Saya akan merasa prihatin jika benar bahwa tidak ada anggaran yang khusus disediakan dari keuntungan BP Tangguh bagi program CSR di Papua, khususnya di Bintuni. Bagi saya, sudah sangat tidak adil jika BP Tangguh memakai cost recovery, karena anggaran untuk itu bersumber dari DBH Migas. Dengan kata lain, jangan sampai perusahaan ini cuma numpang di anggaran daerah,” katanya.
“Saya tekankan, publik harus paham bahwa dalam UU Otsus, tidak pernah disebutkan adanya persentase tertentu dana CSR diambil dari DBH Migas. Itu tidak ada sama sekali! Jadi jika CSR Tangguh memakai DBH Migas, sama saja BP Tangguh memakai dana hak masyarakat Bintuni. Ini salah, dan sangat tidak dibenarkan. DBH Migas merupakan kewajiban negara, yang tidak boleh disamakan dengan CSR. Kewajiban itu pun diperintahkan oleh UU Otsus Papua. Kalau seperti ini, maka porsi penerimaan negara dari DBH berkurang, sehingga DBH untuk daerah ya bisa berkurang juga,” tegas Filep.
Oleh sebab itu, Wakil Ketua Komite I DPD RI ini meminta agar BP Tangguh memiliki program CSR yang mandiri dan tidak menggunakan DBH Migas. Hal itu menurutnya juga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat Papua Barat khususnya masyarakat Teluk Bintuni.
“Untuk meningkatkan kepercayaan publik Papua, khususnya masyarakat Bintuni, BP Tangguh sudah selayaknya punya program CSR mandiri, yang tidak ikut dalam program pemerintah daerah. Apalah artinya rehabilitasi hutan jika dananya diperoleh dari DBH Migas? Kan artinya memakai dana rakyat. Lalu, turunnya insiden malaria, apakah itu program BP Tangguh atau dipaskan saja dengan program pemerintah daerah?”, tanya Filep.
Dalam kesempatan yang sama, Senator Filep juga mempertanyakan komitmen BP Tangguh terkait rekomendasi Tim Penasehat Independen pada Laporan Ketiga di Tahun 2020. Salah satu rekomendasinya ialah bahwa BP Tangguh harus tetap melanjutkan dukungan ekektifnya bagi Pendidikan Dasar di Teluk Bintuni melalui mitranya untuk menyediakan bantuan guru, materi, dan komputer bagi pelajar di kampung-kampung yang dicakup di dalam AMDAL.
Terkait hal itu, tanggapan BP Tangguh ialah bahwa BP akan terus memberikan dukungan kepada pemda untuk memperbaiki program pendidikan dasar di Kabupaten Teluk Bintuni sehingga memenuhi standar pendidikan nasional, mengadvokasi perlunya memprioritaskan pendidikan sebagai bagian dari agenda pembangunanan, yang difokuskan pada penguatan pengelolaan sekolah.
Selain itu, sejalan dengan stategi lokal serta meningkatnya kapasitas pemda, saat ini BP memfokuskan pada upaya untuk memberikan aspek soft skill seperti pengembangan kapasitas dan dukungan teknis bagi guru dan kepala sekolah, termasuk mengembangkan lingkungan yang lebih kondusif terhadap program. Sementara itu, pemda bertanggung jawab penuh untuk aspek pengadaan infrastruktur dan fisik. Berdasarkan kesepakatan dengan pemerintah daerah serta penguatan proses pembelajaran, BP hanya akan memberikan sedikit dukungan infrastruktur pada sekolah-sekolah terpilih.
“Sekarang kita lihat kondisi di lapangan. Apa bentuk konkret dari memperbaiki program pendidikan dasar di Bintuni? Bentuk soft skill apa yang diberikan kepada para guru? Dan BP mengakui berdasarkan kesepakatan dengan Pemda, hanya akan memberikan sedikit dukungan infrastruktur pada sekolah-sekolah terpilih. Apakah ini bisa dikatakan sebagai tidak punya program CSR sendiri tetapi mendompleng program pemerintah?” ungkapnya.
“Benar bahwa dari pengamatan di lapangan, bentuk soft skill yang diberikan kepada para guru berjalan pada saat program pendampingan dilakukan dan ada sejumlah guru dilatih dengan diberikan insentif tambahan. Namun, setelah program selesai dan tidak ada lagi insentif, program ini tidak berkelanjutan. Jadi tidak ada sustainable development-nya. Demikian juga pernah ada pondok baca, yang dari dulu berjalan sewaktu dimulai dan ada honor untuk guru yang mengurusnya. Tapi setelah tidak ada lagi honor, program pondok baca itu mati. Maka masalahnya juga pada keberlanjutan. Kalau tidak ada keberlanjutan, maka semua hanya formalitas alias lip service,” tegas Filep.
Selaku wakil rakyat, Filep menegaskan, bahwa BP Tangguh sudah selayaknya memiliki komitmen serius terkait CSR terhadap masyarakat Bintuni. Dirinya berharap, selama 14 tahun BP Tangguh beroperasi di Bintuni harus menunjukkan hasil yang nyata.
“Klaim bisa dilakukan, tetapi jika pemerintah pun mengklaim hal yang sama, lalu apa bedanya?”, pungkas Filep.(jp*)