MANOKWARI,JAGATPAPUA.com–Pj Gubernur Papua Barat, Komjen Pol (P) Drs Paulus Waterpauw, M.Si memaparkan kondisi wilayah dan masyarakat adat di wilayah Papua Barat pada pertemuan puncak satuan tugas gubernur untuk iklim dan hutan sesi panel gubernur di Merida, Yucatan, Mexico Rabu (8/2/ 2023).
Pj Waterpauw mengurai, Provinsi Papua Barat merupakan salah satu provinsi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke 34 dengan luas wilayah ± 102.955,15 km persegi dan memiliki kawasan hutan seluas 9.951.113,85 ha dengan jumlah penduduk ± 577.046 jiwa.
Secara administrasi, tutupan hutan Provinsi Papua Barat telah mengalami perubahan menjadi 5.557.560,61 ha karena adanya pemekaran provinsi baru dari provinsi Papua Barat, yaitu provinsi Papua Barat Daya dengan tutupan hutannya seluas 3.578.328,71 ha.
Masyarakat hukum adat di Provinsi Papua Barat terdiri dari dua wilayah adat yaitu Bomberay dan Doberay dengan jumlah tujuh (7) suku dan sub suku di Bomberay dan dengan jumlah 3 suku dan sub suku di Doberay.
Selain itu provinsi Papua Barat memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi terutama tumbuhan berpembuluh (Tanah Papua dan Papua Nugini merupakan keanekaragaman tertinggi di dunia), juga mempunyai bahan tambang mineral dan migas.
Provinsi Papua Barat sendiri masuk sebagai anggota GCF-TF pada tahun 2013 di San Christobal Provinsi Chiapas di Meksiko.
Terkait dengan implementasi Rencana Aksi Manaus (Manaus Action Plan – MAP) yang tidak lain adalah sama dengan yang telah dilakukan melalui Inisiatif Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi Papua Barat berdasarkan Deklarasi Manokwari (2018) yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) Nomor 10 Tahun 2019, yang berorientasi pada peningkatan kapasitas dan kesejahteraan orang dan komunitas (masyarakat hukum adat) Orang Asli Papua.
Implementasi Rencana Aksi Manaus (Manaus Action Plan);
1. Orang dan Komunitas
Pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat hukum adat untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraannya tertuang dalam :
• Perdasus No. 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengakuan, Perlindungan, Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Dan Wilayah Adat Di Prov. Papua Barat.
• Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) Nomor 10 Tahun 2019 Provinsi Papua Barat, yang berorientasi pada peningkatan kapasitas dan kesejahteraan pribadi dan komunitas (masyarakat hukum adat) Orang Asli Papua (OAP).
Yang dijelaskan dalam pasal 4 ayat (a) mengentaskan segala bentuk kemiskinan di Provinsi papua Barat; dan (e) mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan pekerjaan yang layak untuk semua orang asli Papua.
2. Pengetahuan dan Inovasi Untuk meningkatkan pengetahuan, kreatifitas dan inovasi :
• Kerjasama kemitraan dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan produktivitas baik pada tingkat perorangan, komunitas maupun kelembagaan pemerintah dan non pemerintah termasuk masyarakat hukum adat.
– Program nyata dengan membangun Balai Latihan Kerja (BLK) / Pusat Kreatifitas di berbagai wilayah dalam rangka pengembangan komoditas unggulan daerah spesifik.
– Penyebarluasan informasi kepada melalui program diseminasi, publikasi dan penjangkauan (sosialisasi) yang sasarannya ditujukan kepada masyarakat adat di dalam dan sekitar kawasan hutan, juga audiens yang lebih luas untuk menyebarluaskan hasil-hasil pencapaian.
– Inovasi dalam hilirisasi produk komoditas hasil hutan dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat hukum adat dan ekonomi lokal.
Tantangan Yang Dihadapi
1. Kapasitas di semua lini masih rendah baik orang, komunitas dan kelembagaan, baik pemerintah maupun non pemerintah sehingga membutuhkan dukungan dari semua pihak dalam rangka peningkatan kapasitas, kapabilitas dan produktifitas.
2. Belum adanya insentif fiskal terkait komitmen pelestarian hutan dan laut, termasuk mekanisme pasar karbon yang belum jelas (sehingga kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendapatan asli daerah bila hutan dan laut dieksploitasi dan diekstraksi).
3. Pemekaran wilayah provinsi baru (Provinsi Papua Barat Daya) akan berdampak pada komitmen dan langkah tindak lanjut kam
Harapan dari Jejaring (GCF Task Force);
1. Dukungan Pemerintah Pusat dan masyarakat internasional untuk mensukseskan pembangunan berkelanjutan di Papua Barat dan Tanah Papua secara umum adalah sangat penting dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Satuan Tugas Gubernur untuk Iklim dan Hutan (GCF Task Force) dapat menjadi wadah untuk saling belajar dan bekerja sama memajukan kesejahteraan masyarakat adat lewat pengembangan perekonomian lokal masing-masing anggota GCF Task Force (termasuk menjadi pasar bersama untuk produk-produk bioekonomi hutan).
3. Kebutuhan kami akan sumber-sumber pendanaan yang berkelanjutan (pendanaan abadi – trust fund/endownment fund) sangat diharapkan untuk membiayai implementasi dan menggerakan ekonomi lokal dan peningkatan kapasitas baik sumberdaya manusia dan kelembagaan pengelola.
Pada bagian terakhir Pj Waterpauw memberikan kesimpulan, bahwa pengembangan ekonomi lokal yang berbasis potensi komoditi di masyarakat adalah kunci, tanpa kesejahteraan masyarakat adat mustahil dapat menahan laju deforestasi dan perlindungan alam dapat tercapai.
‘’Jika pembangunan berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan baik, maka hutan tropis terjaga, iklim lebih stabil dan bumi kita akan tetap layak untuk dihuni oleh generasi yang akan datang,’’cetusnya.(jp/rls)