JAKARTA, JAGATPAPUA.com — Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma menyayangkan permasalahan hukum yang menyeret sejumlah nama pejabat di institusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belakangan ini. Bahkan, persoalan dugaan pemerasan, suap hingga korupsi ini menyasar pimpinan kedua institusi tersebut.
“Fakta hari ini menunjukkan bahwa penegak hukum kita sedang tidak baik-baik saja. Salah satu pimpinan KPK berkali-kali diduga melakukan pelanggaran etik. Dalam irama yang sama, oknum BPK justru juga terlibat dalam kongkalikong uang negara. Padahal lembaga ini menjadi representasi pilihan rakyat untuk mengawal uang negara. Saat ini kepercayaan publik terancam goyah. Situasi ini jelas membutuhkan tindakan yang tepat dan segera,” ujar Filep kepada media ini, Rabu (22/11/2023).
Seperti diketahui, pucuk pimpinan KPK Firli Bahuri saat ini sedang diperiksa penyidik dan Dewas KPK terkait dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Sedangkan, dua orang Anggota BPK dari partai politik kini terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi yang ditangani oleh dua penegak hukum berbeda.
Keduanya adalah Anggota VI BPK Pius Lustrilanang dan Anggota III BPK Achsanul Qosasi. Pius Lustrilanang diduga terseret dalam kasus dugaan pengondisian temuan audit pada laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. Penegak hukum lain yakni Kejaksaan Agung (Kejagung) turut menetapkan Anggota III BPK Achsanul Qosasi sebagai tersangka kasus korupsi proyek BTS 4G.
Olehnya, Filep mengingatkan bahwa kualitas penegak hukum sejatinya menunjukkan eksistensi institusinya. Menurutnya, semakin berkualitas personel penegak hukum, maka semakin kredibel institusinya dan sejalan dengan kepercayaan publik. Artinya, kualitas penegak hukum bukan saja terletak pada kemampuan menyelesaikan perkara hukum, melainkan juga pada integritas etisnya. Keduanya sama-sama menentukan masa depan penegakan hukum di Indonesia.
Atas problematika saat ini, pimpinan Komite I DPD RI itu mengajukan segera dilakukannya reformasi aparat penegak hukum, terutama jika dikaitkan dengan tindak pidana korupsi.
“Oleh karena itu, menjadi sangat beralasan jika lembaga-lembaga ini beserta seluruh personelnya dievaluasi, diaudit, dan tentu saja direformasi. Secara teoritis, keberhasilan reformasi terletak pada pembaruan sistem dan pembaruan personel. Sistem yang sudah baik hanya bisa dilanjutkan oleh orang-orang yang berkualitas baik, profesional, memiliki passion, dan berdedikasi pada pekerjaan,” jelas Filep.
“Misalnya, salah satu hal yang sangat penting, ya harus diubah proses rekrutmen pimpinan lembaga penegak hukumnya, tidak boleh melalui mekanisme politik di DPR RI. Hal ini harus diperhatikan agar institusi hukum tidak tersandera oleh kepentingan politik ataupun conflict of interest. Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa kedekatan dan lobi-lobi politik dalam pemilihan pimpinan penegak hukum menyebabkan perkara-perkara korupsi yang melibatkan pejabat negara menjadi sulit ditangani,” tegasnya lagi.
Lebih lanjut, doktor alumnus Unhas Makassar itu menambahkan, keberhasilan sebuah negara terletak pada berhasilnya hukum melindungi hak dan kewajiban warga negara. Keberhasilan hukum terlihat pada tegaknya supremasi hukum, dimana keadilan dan kepastian tercipta di tengah masyarakat.
“Dalam praktiknya, keberhasilan penegakan hukum bergantung pada 3 hal yaitu substance of law (substansi hukum), structure of law (struktur hukum), dan legal awareness (kesadaran hukum). Substansi hukum adalah isi dari peraturan perundang-undangan yang mensyaratkan adanya kejelasan dan ketegasan. Struktur hukum mencakup kualitas aparatur penegak hukum beserta instansinya. Kesadaran hukum berkaitan dengan totalitas masyarakat untuk sadar dan taat hukum,” urai Filep.
Dalam kerangka pikir itu, lanjut Filep, beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini terkait penegakan hukum, terutama terhadap perkara white collar crimes seperti korupsi dan pencucian uang, membuka mata publik bahwa penegak hukum saat ini membutuhkan reformasi segera.
“Dengan mengatakan reformasi, penekanannya juga terletak pada penguatan fungsi dan kewenangan lembaga penegak hukum lainnya dalam hal tindak pidana korupsi yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Kedua institusi ini seringkali dilupakan saat KPK merasa diri superior dalam penegakan hukum tipikor. Padahal, jauh sebelum KPK hadir, Polsi dan Kejaksaan menjadi garda terdepan dalam melawan korupsi,” sebutnya.
“Penguatan keduanya menjadi mutlak mengingat integritas KPK yang mulai diragukan lantaran ada afiliasi-afiliasi tertentu yang bermain di pusaran tipikor. Kita berharap, slogan berani jujur KPK, dipraktikkan sendiri oleh KPK. Pada saat yang sama, sudah saatnya bagi Polri dan Kejaksaan melakukan aksi-aksi heroik penyelamatan uang negara dari pejabat-pejabat korup,” pungkas Filep.(jp)