JAKARTA,JAGATPAPUA.com— Senator Papua Barat Dr. Filep Wamafma bertemu dengan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD di Jakarta, Senin (3/10/2022).
Dalam pertemuan itu, Filep menyampaikan sejumlah persoalan krusial terkait penegakan hukum hingga implementasi kebijakan Otonomi Khusus di tanah Papua.
Terkait masalah penyalahgunaan anggaran, Filep mengutarakan pentingnya penguatan peran institusi-institusi penegak hukum di daerah. Hal itu terutama dalam rangka menjalankan tugas pengawasan untuk mencegah hingga memberantas tindak pidana korupsi.
“Saya sampaikan bahwa penegakan hukum di daerah harus dilakukan secara maksimal khususnya dalam hal pengawasan pengelolaan APBD maupun APBN yang dikucurkan ke daerah. Hal itu termasuk penguatan sistem pengawasan agar anggaran dapat dikelola dengan sebaik mungkin sesuai peruntukannya,” ujar Filep.
Selain itu, Filep juga berharap Menko Polhukam segera mengambil langkah nyata berkaitan dengan kasus tewasnya 4 warga sipil di Moskona, Bintuni, Papua Barat beberapa waktu lalu. Filep meminta adanya evaluasi mendalam terkait sistem pengamanan di daerah.
“Berkaitan dengan kejadian tewasnya warga sipil di Moskona Bintuni, saya harap agar Menko Polhukam dapat berkoordinasi dengan Panglima TNI dan Kapolri termasuk Pangdam Kasuari dan Kapolda Papua Barat agar ada evaluasi keamanan di Papua Barat. Kita tahu banyak pos pengamanan TNI di Manokwari, Sorong, Bintuni dan di semua tempat, tapi kejadian nahas itu masih terjadi, ini harus dievaluasi oleh semua pihak terkait,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Filep meminta adanya penegakan hukum yang tegas mengenai masalah penambangan emas ilegal di Papua Barat. Ia mendesak pemerintah menuntaskan masalah illegal mining itu hingga ke akarnya.
“Soal illegal mining di Papua Barat, aktivitas pendulangan emas tanpa izin marak dan nyata terjadi di depan mata. Namun, aparat penegak hukum di daerah justru belum atau tidak mengambil langkah tegas dengan dalih kekurangan personel dan fasilitas untuk menjangkau lokasi. Nah persoalan ini mendesak harus segera disikapi, dituntaskan sampai ke akarnya, negara tidak boleh kalah dengan mafia, para pencuri itu!” tegas Filep.
Tak hanya itu, Wakil Ketua Komite I DPD RI ini juga menyoroti perihal transparansi pengelolaan dana Otonomi Khusus di daerah. Menurutnya, pemerintah daerah perlu meningkatkan transparansi, keterbukaan informasi hingga melakukan sosialisasi program-program yang bersumber dari dana Otsus kepada masyarakat.
“Kita lihat, pengelolaan dana di daerah, khususnya dana Otsus ini kurang transparan ke publik, baik dalam bentuk dokumen anggarannya maupun dalam bentuk programnya. Jadi rakyat sama sekali miskin informasi terhadap program pemerintah terkait dengan dana Otsus ini. Ini yang sering menimbulkan persepsi bahwa penyaluran dana Otsus itu sangat tertutup dan kurang berdampak signifikan bagi orang asli Papua,” jelas Filep.
Dalam kesempatan yang sama, Filep pun menekankan perlunya pemerintah menjamin Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dikelola secara tepat sasaran. Wakil daerah dari Papua Barat ini menilai realisasi DBH Migas belum menyentuh sasaran terutama kepada masyarakat adat.
“Walaupun telah dilaksanakan transfer dana dari pusat ke daerah namun realisasi di daerah belum menyentuh, terutama kepada masyarakat adat. Ini yang jadi persoalan di tataran implementasi kebijakan,” katanya.
Filep juga berharap adanya perhatian pemerintah pusat terutama Mendikbud agar ada kesamaan kebijakan untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu di daerah khususnya menggunakan alokasi pendidikan yang bersumber dari Otsus dan DBH Migas. Dengan begitu, anggaran itu diharapkan akan mampu menjangkau kebutuhan pendidikan putra-putri Papua sekaligus menekan tingginya angka putus sekolah saat ini.
“Juga tentang pengelolaan kewenangan terkait SMK/SMA yang dikembalikan ke kabupaten/kota juga direspon positif oleh Menko polhukam,“ tambahnya.
Filep juga mengungkapkan persoalan kebutuhan dosen di daerah termasuk bagi perguruan tinggi swasta (PTS). Ia berharap para dosen PTS yang memenuhi kriteria tertentu dapat diangkat menjadi PPPK. Hal ini menurutnya akan dapat membantu PTS memenuhi standar mutu pendidikan di tengah keterbatasan finansial yang ada.
“Perguruan tinggi swasta tentu berupaya untuk mencukupi kebutuhan sesuai standar mutu pendidikan termasuk sumber daya dosen. Namun, mayoritas PTS ini masih terbentur dengan keterbatasan kemampuan keuangan. Kami harap ada intervensi pemerintah terhadap persoalan ini,” ujarnya.
Filep menambahkan bahwa Menko Polhukam memastikan semua aspirasi di atas akan dibahas secara khusus bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada 12 Oktober 2022 mendatang. Ia berharap segera ada hasil dan penyelesaian yang diharapkan untuk menjawab persoalan tersebut sesuai kebutuhan masyarakat di daerah.(jp/rls)